Minggu, 30 Januari 2011

Kriminal secara sistematis itu namanya Korupsi



*Rozak Daud Hobamatan
Power tends to corrupt, absolute power corrupt absolute (kekuasaan cenderung untuk korup, dan kekuasaan yang mutlak korup secara mutlak) – Lord Acton
Semakin tinggi jabatan dan semakin kuat kekuasaan seseorang semakin besar tindakan korupsi yang dilakukannya, itulah bahasa sederhana yang ditafsirkan dari teori prof Lord Action. Karena tindakan korupsi ini biasanya dilakukan oleh pejabat public/pemerintah. Hal ini ada tiga factor yang mempengaruhi korupsi itu secara sistematis terjadi di ruang-ruang birokrasi. Tiga factor itu, adalah kemandekan penegakan hukum, ketidakmampuan pemerintah menjaga perdamaian rakyat atau daerah, serta pertumbuhan ekonomi yang stagnan atau krisis, sebagai akibat dari kegagalan kebijakan perekonomian dan rendahnya kapasitas birokrasi pemerintahan.
Namun, harus diakui, sumber dari berbagai krisis adalah perilaku korup dari aparat pemerintahan yang didukung sebagian pengusaha (dan masyarakat). Proses korupsi ini dilakukan bukan hanya saat seseorang menjabat, tetapi juga mulai dari pencalonannya. Bahkan, dilanjutkan pada proses perekrutan politik berikutnya, termasuk dalam pencalonan anggota legislatif, penerimaan PNS, mutasi jabatan dan transaksi lain diluar ketentuan yang berlaku.
Oligarki politik, termasuk dalam pengisian jabatan di tingkat birokrasi, diduga memang untuk melindungi kelompok lingkaran setan kekuasaan, untuk menjama semua anggaran demi kepentingan kelompok dan golongannya.
Korupsi yang dilembagakan
Dalam konteks yang komprehensif, korupsi adalah kejahatan kerah putih (white collar crime) dengan perbuatan yang selalu berubah modus operandinya. Acap kali dalam kasus korupsi sulit sekali memperoleh bukti secara prosedural. Korupsi juga disebut sebagai kejahatan yang sulit tersentuh (invisible crime) sehingga membutuhkan pendekatan sistem untuk pemberantasannya. Pemberantasan korupsi memerlukan kebijakan politik yang jelas dan lugas. Prinsipnya, pengembangan permasalahan hukum terkait korupsi itu tidak bisa dipisahkan terhadap persoalan sosial, ekonomi, dan politik. Pemerintahan yang baik, sebagai buah dari pemerintahan yang bersih dari korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN), tentu tidak dapat dipisahkan dari politik, sosial, dan ekonomi sebagai implikasi maupun latar belakangnya.
dimensi kejahatan yang terkait dengan pembangunan suatu Negara adalah terjadinya peningkatan penyalahgunaan kekuasaan oleh pejabat publik yang meluas, yang dikenal sebagai korupsi sistemik. Karena korupsi sistemik ini melibatkan sejumlah kelembagaan negara, juga disebut sebagai korupsi kelembagaan. Korupsi kelembagaan, yang merupakan penyalahgunaan kekuasaan terkait kepentingan ekonomi melibatkan upper economic class, seperti pengusaha kelas kakap (konglomerat), dan upper power class, seperti pejabat tinggi. Di Indonesia pejabat tinggi itu tak bisa dilepaskan dari wakil rakyat yang memiliki kini kekuasaan besar, termasuk dalam penentuan anggaran dan distribusi proyek pembangunan.
Pengusaha dan penguasa melakukan konspirasi untuk kepentingan ekonomi kelompok tertentu. Selama Tahun 2010 kejaksaan negeri kota Sukabumi sibuk menangani kasus tindak pidana korupsi proyek penataan gedung DPRD Kota Sukabumi senilai 2,9 Miliar, kasus yang ditangani hamper satu Tahun ini tak kunjung selesai, banyak pihak pun menilai ada skandal di kasus ini dipihak penegak hokum dan pemerintah , berbagai kasus korupsi kelembagaan pun terungkap gamblang ke public muncul lagi kasus di Kota Sukabumi  Laporan seorang pengusaha yang menyebutkan keterlibatan Kadishub  dan seorang Anggota DPRD Kota Sukabumi. Perkaranya berkaitan dengan janji pemberian proyek Marka Jalan di Dinas Perhubungan Kota Sukabumi. menyerahkan uang sebanyak Rp. 95,5 juta. Begitupun di Kab Sukabumi Kejaksaan negeri Cibadak juga sedang menangani kasus korupsi uang jaminan kesehatan masyarakat (Jamkesmas) yang sampai saat ini tidak ada hasil yang jelas, muncul lagi kasus korupsi pengadaan alat kesehatan di RS Sekarwangi senilai 2,5 Miliar, Pemberantasan Korupsi menggambarkan dengan nyata keterkaitan antara penguasa dan pengusaha.
Sejumlah kasus korupsi, yang melibatkan sejumlah pejabat pada lembaga pemerintah, kini masih ditangani penegak hukum. Kejaksaan baik Kota dan Kab.Sukabumi juga melakukan penahanan terhadap sejumlah tersangka kasus itu, meskipun sering kali masih terdengar suara sumbang dari masyarakat, terkait masih adanya perbedaan perlakuan terhadap tersangka yang ditangani Kejaksaan. Mereka ada yang ditahan, tetapi tak sedikit pula yang masih tetap bebas.
Beragamnya ujung perkara korupsi kelembagaan itu, meski sudah sampai ke meja hijau, tak terlepas dari sulitnya penegak hukum menjangkau kasus itu. Bahkan, sejumlah kasus lainnya diduga tidak terjangkau hukum, sekalipun perbuatan itu merugikan perekonomian masyarakat dan negara. Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) tak memadai menjangkau kasus korupsi kelembagaan ini.
Korupsi kelembagaan, yang melibatkan penguasa dan pengusaha, memang menimbulkan kerancuan dalam memberikan limitasi yang berbeda antara norma dalam hukum administrasi negara dan hukum pidana. Hal ini pada gilirannya memang menimbulkan kerancuan dan celah yang bisa dimanfaatkan pelaku korupsi kelembagaan.
Oleh karena itu, dalam melakukan pemberantasan korupsi, sikap yang diskriminatif, bersaing, dan tidak ingin bekerja sama dari sesama penegak hukum, terutama KPK, jaksa, dan polisi, justru akan melemahkan pemberantasan korupsi itu. KPK, bersama kejaksaan dan Polri, harus bersama-sama membuka tabir korupsi kelembagaan yang telah, dan mungkin saja, akan tetap meluas di negeri ini.
Rakyat akan sadar bahwa korupsi adalah bahaya laten yang harus di Lawan.
*tulisan pernah di muat di www.onlineberita.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar