Sabtu, 25 Desember 2010

Catatan Akhir Tahun 2010: Politik


 “sifat kolonialis semakin mendominasi perekonomian Indonesia”, yang menjadikan tahun 2010 ini sebagai “tahun menuju kebangkrutan”. Kebijakan-kebijakan neoliberal datang dari kepentingan modal asing melalui operatornya di kelompok “Setgab Koalisi”.

Setgab versus Oposisi?

Dinamika 2010 dimulai dengan kelanjutan isu skandal penyaluran dana Bank Century—yang diduga digunakan untuk biaya kampanye capres-cawapres terpilih, SBY-Boediono. Menghadapi tekanan ini, singkat cerita, SBY memberi dua bentuk konsesi kepada Partai Golkar, khususnya kepada Aburizal Bakrie, yang saat itu termasuk paling sengit ‘mengobok-obok’ kasus Century lewat pansus di DPR, dan juga yang paling kuat secara finansial untuk mengorganisir tambahan kekuatan dari faksi-faksi oposisi di parlamen maupun luar parlamen.

Dua bentuk konsesi tersebut adalah, pertama, menyingkirkan (mantan) Menteri Keuangan Sri Mulyani dari jajaran kabinet, yang sengit pula dilawan oleh para pendukungnya dari sedikit kalangan elit intelektual; dan kedua, konsesi berupa posisi ketua koalisi Setgab (Sekretariat Gabungan), yang merepresentasikan partai-partai dalam kabinet SBY-Boediono. Terdapat enam partai politik yang tergabung dalam koalisi setgab, yaitu Partai Demokrat (PD), Partai Golkar, Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), dan Partai Amanat Nasional (PAN).

Posisi Aburizal Bakrie ini telah menguatkan peran Partai Golkar di hadapan Partai Demokrat, dan dalam dominasinya atas partai-partai lain dalam koalisi. Partai Golkar dan Demokrat menjadi dua sejoli pemegang kekuasaan terbesar dalam pemerintahan pusat. Dominannya dua partai ini menimbulkan friksi internal dalam koalisi, khususnya dari PKS dan PPP yang menuntut ‘peran’ lebih.

Sementara partai-partai di luar koalisi Setgab (PDIP, Hanura, dan Gerindra) hanya mampu memainkan peran terbatas berupa kritik-kritik ringan terhadap berbagai persoalan. Harapan kepada partai-partai ini untuk menjadi oposisi yang benar-benar solid dan programatik terhadap “pemerintahan koalisi” ternyata belum mampu dijalankan. Terdapat usaha oleh Surya Paloh untuk menggandeng kekuatan-kekuatan oposisi di luar parlamen ke dalam ormasnya Nasional Demokrat (Nasdem), namun langkah ini langsung ‘dikunci’ lewat partai-partai yang anggotanya merangkap sebagai anggota Nasdem. Koalisi Setgab telah menguasai mayoritas suara (kursi) di parlamen, serta ‘mengunci’ posisi-posisi penting yang dapat digunakan untuk mengganggu kemapanan pemerintahan. Beberapa figur penting dalam ‘partai oposisi’ bahkan secara implisit telah menyatakan diri ‘menyerah’ dan menjamin amannya pemerintahan SBY-Boediono sampai 2014. Salah satu tokoh kunci yang berperan demikian adalah Ketua MPR RI, Taufik Kiemas, yang disebut-sebut sebagai “ketua sesungguhnya” yang memainkan berbagai posisi politik PDIP.

Konsensus yang dicapai oleh politisi di level lembaga-lembaga tinggi negara ini merupakan kemenangan lanjutan presiden SBY di satu sisi, dan, di sisi lain, hasil dari upaya faksi-faksi politik di lingkaran kekuasaan untuk memperoleh konsesi ekonomi-politik, yang dapat dipakai sebagai ‘tabungan’ menuju pemilu 2014. Keputusan-keputusan dari pemerintahan SBY yang menyusahkan rakyat relatif tidak mendapatkan perlawanan di dalam parlamen; seperti yang terjadi pada kasus privatisasi sejumlah BUMN termasuk Krakatau Steel, dan rencana kenaikan harga BBM mulai awal 2011.

Sementara perimbangan kekuatan politik antara “koalisi” dan “oposisi”, yang dapat dicapai melalui hubungan antara kekuatan di dalam dengan di luar parlamen, ada terjalin tapi masih terbatas dan belum mencapai kesepakatan platform yang tegas. Baru bulan lalu, upaya SBY untuk menggoyang singgasana Sultan HB X di Yogyakarta sempat meluapkan kemarahan sejumlah masyarakat Yogya. Namun ‘perdamaian’ kembali dicapai keduanya, dengan Taufik Kiemas sebagai mediator.

Intervensi Asing Dalam Pembuatan 76 Undang-Undang

Di bulan Agustus 2010, anggota DPR RI dari fraksi PDIP, Eva Kusuma Sundari mengungkap keterlibatan lembaga-lembaga asing dalam pembuatan 76 Undang-Undang yang sebagian besar telah diberlakukan. Tiga lembaga internasional yang berbasis di Amerika Serikat, yaitu IMF (International Monetary Funds), Bank Dunia, dan United States Agency for International Development (USAID), telah menjadi konsultan pemerintah selama kurang lebih 12 tahun untuk pekerjaan ini.

Posisi lembaga-lembaga tersebut sebagai ‘konsultan’, diperoleh melalui ‘bantuan’ utang untuk berbagai program pemerintah di bidang-bidang strategis, seperti pendidikan, kesehatan, infrastruktur, minyak dan gas, serta pengelolaan kekayaan alam lainnya. Hasil dari ‘konsultasi’ tersebut telah mengarahkan pemerintah untuk mengajukan sejumlah Undang-Undang baru, atau mengubah Undang-Undang (UU) yang ada, seperti UU Pendidikan Nasional (Nomor 20 Tahun 2003), Undang-Undang Kesehatan (Nomor 23 Tahun 1992), UU Kelistrikan (Nomor 20 Tahun 2002), dan Undang-Undang Sumber Daya Air (No 7 Tahun 2004), UU BUMN (Nomor 19 Tahun 2003), UU Penanaman Modal Asing (Nomor 25 Tahun 2007, UU Migas (Nomor 22 Tahun 2001), UU Pemilu (Nomor 10 Tahun 2008). Sebagai catatan, keseluruhan UU tersebut kental dengan muatan liberalisasi, atau menaklukkan kepentingan nasional di bawah kehendak modal asing.

Jauh sebelum diungkapkan oleh Eva, dalam tiap-tiap pembahasan UU tersebut telah ada kelompok atau individu yang memperingatkan masalah intervensi tersebut. Misalnya, dalam penyusunan UU Migas, pakar minyak Kurtubi telah memastikan adanya campur tangan kepentingan asing, yang kemudian dikonfirmasi oleh (mantan) anggota DPR RI Drajat Wibowo. USAID mengeluarkan anggaran sebesar 21,2 juta US dolar atau sekitar 200 miliar rupiah untuk asistensi pembahasan UU tersebut. Namun pengungkapan-pengungkapan ini masih terpisah-pisah antara satu UU dengan UU yang lain, sehingga tidak tampak satu rangkaian kepentingan modal asing dalam keseluruhan kepentingannya.

Tebang Pilih Pemberantasan Korupsi

Di samping isu terorisme yang ‘meredup’, isu korupsi merupakan trade-mark (merek dagang) andalan bagi pemerintahan SBY-Boediono. Namun barang dagangan ini hanya tampak baik pada kemasan, karena isinya sama sekali buruk. Komitmen pemberantasan korupsi yang dicanangkan sebenarnya sudah sulit dipercaya khalayak sejak terjadi kriminalisasi terhadap pejabat KPK, pertama terhadap mantan ketua KPK, Antasari Azhar, dan kemudian percobaan yang sama terhadap Bibit Samad Rianto dan Chandra M. Hamzah. Upaya kriminalisasi ini, menurut pengamatan banyak kalangan, merupakan tindakan ‘pencegahan’ agar kasus-kasus yang melibatkan kepala negara tidak diusut lebih lanjut.

Sepanjang tahun 2010, retorika pemberantasan korupsi oleh SBY semakin terbukti hanya manis di bibir. Pada acara Konferensi Nasional Pemberantasan Korupsi, tanggal 1 Desember 2010, SBY antara lain mengatakan bahwa pemberantasan korupsi dapat efektif apabila penegak hukum bersih. Berlawanan dengan pernyataannya, alat-alat penegakan hukum seperti kepolisian, kejaksaan, maupun KPK, justru dibuat menjadi semakin ‘kotor’ atau bermasalah. “Alat hukum” terkini buatan SBY adalah Satgas Antimafia Hukum yang diketuai oleh Kuntoro Mangkusubroto, tangan kanan SBY juga .

Kasus korupsi yang melibatkan pegawai kantor pajak, Gayus Tambunan, membuktikan keberadaan alat-alat penegakan hukum yang dapat dimanfaatkan penguasa sesuka hatinya. Pengakuan-pengakuan yang diberikan oleh Gayus, tampak sengaja diarahkan untuk menyerang Aburizal Bakrie (Ical), sebagai salah satu manipulator pajak yang ‘dibantunya’. Drama lolosnya Gayus dari tahanan untuk menyaksikan pertandingan tenis di Bali, yang ‘kebetulan’ dihadiri juga oleh Ical, seakan mengkonfirmasi adanya konspirasi besar untuk memainkan isu tersebut tanpa penyelesaian yang pasti.

Sisa Watak Hukum Kolonial

Pada bulan November tahun lalu, ada kisah Nenek Minah (55), yang dihukum penjara 1,5 bulan karena secara tidak sengaja ‘mencuri’ tiga buah cokelat. Saat itu kita alami ramainya kecaman dan kritikan terhadap kejadian ini. Hakim yang membacakan vonis hukuman mengalami situasi emosional dan menyatakan bahwa, “kasus ini kecil tapi telah melukai banyak orang.” Ketidakadilan yang sangat mencolok mata semacam ini ternyata tidak berkurang dengan kegeraman banyak orang.

Di tahun 2010 ini kejadian serupa kembali berulang. Seorang nenek di Pekalongan dihukum tiga bulan penjara karena mencuri lima batang permen coklat. Kemudian, baru bulan Oktober lalu, seorang petani di Pasuruan divonis hampir 1,5 bulan karena ‘mencuri’ dua batang singkong milik tetangganya buat makan sekeluarga. Kasus-kasus memilukan yang terungkap di media massa ini hanyalah sedikit contoh dari gejala umum posisi penegakan hukum. Rakyat, yang sedang dimiskinkan, sangat gampang diseret hukum, sementara orang yang berkuasa atau berduit sangat sulit tersentuh hukum. Hukum menjadi tajam ke bawah, tapi tumpul ke atas.

Menuju “Perampingan Sistem” dan Stabilisasi Pemerintahan Neoliberal

Tahun 2010 ditutup dengan pengesahan atas perubahan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 Tentang Partai Politik. Perubahan ini terutama diarahkan untuk memperberat syarat pendirian partai politik (parpol). Ini merupakan saringan pertama peraturan perundang-undangan, untuk mewujudkan “pemerintahan yang kuat dan stabil”. Saringan peraturan berikutnya adalah yang mengatur tentang pemilihan umum (pemilu), yakni syarat bagi parpol untuk menjadi kompetitor dalam pemilu, dan batas perolehan suara untuk dapat mengirim perwakilan ke parlamen (electoral threshold).

Di samping telah melakukan pelanggaran konstitusional, yang untuk ini dapat diadukan ke Mahkamah Konstitusi, pembatasan partai politik merupakan bagian dari upaya membangun “pemerintahan yang kuat dan stabil” tadi. Fase reformasi politik tampaknya mulai mendekati tahap puncak berupa tercapainya konsensus kepentingan antara sebagian faksi-faksi politik yang sempat ‘terpecah-belah’ oleh liberalisasi 1998. Bila dipandang dari sudut ini, maka kemunculan koalisi setgab yang sedikit terbahas di atas, tampak seperti sebuah ‘uji-coba’ menuju perampingan sistem, menuju pengorganisasian politik yang lebih tersentralisasi, tidak berserak di banyak parpol seperti keadaan sekarang
(Rozak Daud Hobamatan)

Senin, 13 Desember 2010

Siapa yang lebih Pelacur; Antara pelacur di Pinggi Jalan atau yang Berdasi??



Malam sudah beranjak dan pekat,aku masih disini dengan memandang indah sedu sedan laki-laki tanpa kenikmatan itu, Betapa kasihan sekali ratapannya,dengan sorak sorai menggoda perempuan diujung jalan yang bergerombol dengan senyum menantang bak kebinalan bulan yang sedang bersinar.
“mau berapa?” kata seorang lelaki berdasi sok kaya itu..
“Mau berapa Om membayar saya”? Tantang si Binal.  Mmm Bisa berapa gaya? Tanya nya. Maunya gaya apa saja? Tukas si Binal,. Ya sudah ayo jalan! Kata si Om Berdasi. Hmmmm...salah jika beranggapan bahwa pelacur menjadi bulan-bulanan laki-laki..
Mereka tak harus berkaca dengan air mata dan derita..
Karena kita  terbiasa MENYUSU IBU, Sedangkan mereka telah terbiasa MENYUSU AYAH. Taukah kau setiap desah-desah laki-laki tolol itu adalah kenikmatan dalam otak mereka, Lembaran-lembaran rupiah atas upahnya itu adalah pemerasan kenikmatan atas kelelahanmu menjaga hati.. Mereka yang menghamba pada kenikmatannya adalah lebih iblis daripada Lucifer..Mereka yang bersembunyi mengendap dibalik selangkangannya adalah laki-laki penuh nafsu yang mngharap belas kasihanku..Hahahaha mencari nafsu..tapi ingat dia tidak pernah korupsi,kerjanya maksimal diatas ranjang dan dalam setiap jengkal nafsumu, Jika kalian yang mengaku bermoral kutukilah dia,dia tak peduli karna aku tak lebih maksiat dari pejabat tolol yang menjilati tubuhnya penuh nafsu yang mungkin saja membayarnya dengan hasil korupnya..
Dia pelacur mereka juga pelacur, dia maksiat mereka lebih maksiat. Dia hanya berbohong pada Tuhan, mereka berbohong pada Tuhan dan anak istri mereka.
Kalau sudah begini siapa yang lebih PELACUR dan lebih MAKSIAT?
Datanglah kembali demi nafsu dan maksiat mu, aku tak tega melihat ratapan Tuhan yang dibohongi oleh nyanyian-nyayian moral kalian yang setiap harinya, yang akhirnya mengedap-ngedap kesarang pelacur.,uhuk,,uhuk,uhuk atau terbatuk-batuk. Ada nada sumbang yang mengatakan, lebih respect dengan pelacur2 yang bekerja dengan kesadaran resiko yang dicibir oleh public. walaupun demikian mereka telah memuaskan banyak nafsu-nasfu binatang yang yang ingin menyalurkan libido setelah siding/rapat, bahkan dengan tariff yang ditentukan pasar. Tengoklah persaingan bisnis pelacur juga sangat ketat dengan modus Tenaja Kerja. Bagaiman dengan PELACUR yang berkedok MORAL??? Ya sudahlah jangan anggap tulisan ini sebagai dekaden, tapi maknai maksiat dan lindungi diri mu dari godaan-godaan maksiat ber-DASI yang terkutuk. (catatan: seorang pelacur di pinggir Jalan Gang dalam kota yang lebih terhormat dari pada pelacur-pelacur pemakan uang Rakyat)

PDO berjalan lancar MUBES BK HIMASI di Undur



Sukabumi (bkhimasinews). Musyawarh Besar Badan Koordinasi Himpunan Mahasiswa Asal Sukabumi (BK-HIMASI) yang sebelumnya direncanakan diadakan pada Tanggal 12 Des 2010 setelah Pelatihan Dasar Organisai (PDO) 10-11 Des diundur satu minggu kedepan, demikian pernyataan ketua panitia Tantan Suherman, ‘sebenarnya PDO ini adalah rangkain acara MUBES namun ada beberapa kendala teknis sehingga untuk MUBES dilaksanakan minggu depan 17 Des, walaupun demikian untuk acara PDO Alhamdulillah berjalan dengan lancar, acara ini dihadiri juga perwakilan dari HIMASI Bogor, PATWABUMI Bandung”ungkap aktivis STISIP WPM yang akrab dipanggil Ahonk ini disela-sela acara penutupan di Pondok Cemara Situ Gunung – Kadudampit. Menurutnya, salah satu kendala adalah teman-teman dari Jakarta dan juga sebagian di Bogor dari kampus IPB dan UIK sedang mengikuti UTS, karena hak suara untuk mementukan ketua Umum BK HIMASI 2 tahun kedepan bukan hanya mahasiswa di Sukabumi tetapi Lembaga/Organisasi yang mengatasnamakan Mahasiswa (primordial) Sukabumi yang berada di Sukabumi dan luar Sukabumi. Alahamdulillah teman-teman yang ada perwakilannya yang hadir hari ini juga memahami kondisi yang ada
Sehingga atas dasar kesepatan dari teman-teman untuk prosesi MUBES akan dilaksanakan minggu depana (17 Des). Tutur Ahonk.
Sementara itu ketika disinggung apakah MUBES diundur karena deadlock atau manuver para Calon Ketua Umum, “Tidak, BK HIMASI sebagai organisasi primordial jadi tidak perlu ada gerakan-gerakan seperti seperti itu, sebagai motto “Dulur dilembur Baraya dipanyabaan” lagian kita ini kan organisasi mahasiswa bukan partai politik, BK HIMASI sangat menjunjung tinggi nilai-nilai Demokrasi namun dinamika untuk calon ketua tetap panas di wilayah internal, tidak ada yang perlu digemborkan keluar sperti spanduk,stiker dan lain-lain. Sebagai organisasi mahasiswa yang terpenting adalah pengabdian dan laboratorium intelektual serta berproses pendewasaan dalam politik jadi tidak ada kepentingan secara poltik praktis di organisasi Mahasiswa sehingga tidak perlu seperti layaknya partai politik.
Dalam acara PDO ini BK HIMASI lebih memfokuskan kepada kajian masalah kebutuhan dasar rakyat, seperti kesehatan, pendidikan dan tenaga kerja. Pembahasan pun lebih teknis terutama pembekalan kepada kader BK HIMASI untuk melakukan pendampingan kepada masyarakat seperti cara mendampingi pasien pengguna jamkesmas/jamkesda dan rakyat miskin yang tidak memiliki kartu jaminan kesehatan. Mengingat selama ini di RSUD selalu ada perbedan pelayanan antara pasien miskin dan pasien umum yang memiliki ekonomi menengah keetas, terutama dalam pelayanan, bahkan Tim Advokasi BK HIMASI selalu menemukan hal-hal seperti itu di RSUD sangat sering senyum perwat pun akan berbada antara pasien pengguna kartu jaminan dan pasien umum, hal-hal seperti ini sudah sangat lumrah di RSUD.
Sementara dibidang tenaga kerja lebih memfokuskan kepada pendampingan buru-buru pabrik. Dalam kaitan dengan masalh perburuhan dan Tenaga kerja yang ada di Sukabumi, di bahas langsung oleh ketua Serikat Pekerja Nasional Kota Sukabumi Andri Sumarna dan Dedy Suryadi aktivis Dewan Tani Indonesia Sukabumi.
Laporan Ahmad Jamaludin

Kamis, 09 Desember 2010

Hari Anti Korupsi, Mahasiswa Sukabumi menuntut kejari Kota Sukabumi Mundur



Sukabumi (rakyatmenggugat) Sejumlah aktivis Mahasiswa yang tergabung dalam Forum Aktivis Sukabumi untuk Rakyat (FRAKSI RAKYAT) melakukan aksi untuk Bangsa dalam memperingati hari Anti Korupsi sedunia, dalam orasinya ditegaskan bahwa "Semakin tinggi jabatan dan semakin kuat kekuasaan seseorang semakin besar tindakan korupsi yang dilakukannya, Karena tindakan korupsi ini dilakukan oleh pejabat public/pemerintah. Untuk melakukan korupsi secara sistematis terjadi di ruang-ruang birokrasi. Semua ini karena kemandekan penegakan hukum, ketidakmampuan pemerintah menjaga perdamaian rakyat ,serta pertumbuhan ekonomi yang stagnan sebagai akibat dari kegagalan kebijakan perekonomian dan rendahnya kapasitas birokrasi pemerintahan" Ketua BEM UMMI Selpi Setyadi, di depan Sekda Kota Sukabumi. menurutnya Korupsi  adalah kejahatan kerah putih (white collar crime) dengan perbuatan yang selalu berubah modus operandinya. Acap kali dalam kasus korupsi sulit sekali memperoleh bukti secara prosedural lanjut Selpi. setelaha melakukan orasi di depan Balaikota Sukabumi, para aktivis yang berjumalah kurang lebih 100 orang ini mendatangi kantor DPRD dan kantor kejaksaan kota Sukabumi. di kantor kejaksaan para Mahasiswa menuntut penegakan Hukum tanpa tebang pilih, karena selama ini persoalan hukum di kota Sukabumi seperti kasus pagargate DPRD seniali 2,9 M yang sampai saat ini belum selesai karena ada skandal antara pihak kejaksaam negeri dengan para pengusaha dan birokrat, karena kelapa Kejari tidak ada ditempat dan lebih memilih umtuk menghadiri penaman pohon dari pada menerima masa aksi, maka tak luput dari tuntutan mundur, "apabila kepala kejari tidak mampu menyelesaiakan masalah hukum di kota sukabumi dan tidak mau menerima massa aksi maka kejari harus hengkang bertugas dari Kota Sukabumi" teriak massa Aksi.
setelah di Kota Sukabumi para massa aksi pun terus melakukan aksi ke Kab.Sukabumi. yang menjadi sasaran kab Sukabumi di Hari Anti Korupsi ini adalah Kandtor Dinas Pendidikan Kab Sukabumi. yang menjadi sorortan utama adalah proyek DAK Disdik kab Sukabumi yang ada indikasi tindak pidana korupsi, karena ada Persekongkolan antara pengusaha dan pejabat teras ini "Proses lelang DAK untuk peningkatan mutu pendidikan di Kab Sukabumi penuh rekayasa antara pejabat teras dan pengusaha, dan kami pun menuntut stop kapitalisasi pendidikan, karena pendidikan adalah hak dasar rakyat. ungkap salah satu masa aksi Tantan Suherlan. dan sebagai siobol kapitalisasi pendidikan di Kab Sukabumi, para Mahasiswa melempar uang recehan di depan sekretaris Dinas Pendidikan Kab Sukabumi Maman Abdurrahman.
Selain itu para aktivis Mahasiswa dari BEM UMMI, BK HIMASI,IMM,GMNI,dan PII ini pun melakukan orasi di bundaran GOR Cisaat menyorot berbagai kasus korupsi di kab Sukabumi yang semakin merajalela yang tidak pernah terungkap ke muka public adalah pengadaan Alat kesehatan RS Sekarwangi, anggaran Jamkesma dan Mahasiswa mengungkap kasus dana Alokasi bagi hasil Sumber Daya Alam Pertambangan Panas Bumi Tahun Anggaran. 2006-2009 di Kab Sukabumi. Yang mana dana tersebut sebesar Rp.97.978.549.825 sedangkan yang direalisasikan hanya 82.410.755.050,9 berarti sisa anggaran tersebut senilai Rp.15.567.794.775. sisa Dana tersebut tidak dijelaskan peruntukannya. Karena di hasil laporan keterangan pertanggung jawaban (LKPJ) Kab sukabumi Tahun 2009-2010 tidak dijelaskan bahwa sisa dana tersebut dimasukan ke kas daerah, berarti ada penyimpangan dana tersebut.

Selasa, 07 Desember 2010

Maaf Pa' Polisi; Surat Tilangnya Warna Biru bukan warna merah



SLIP MERAH, berarti kita menyangkal,melanggar aturan dan mau membela diri secara hukum  di pengadilan/dititipkan ke kejaksan. Itu pun masih banyak calo, yang melakukan pungutan liar berupa pembengkakan nilai tilai tilang.
SLIP BIRU, berarti kita mengakui kesalahan kita dan bersedia membayar denda. Melalui rek, Bank. Sesudah itu bawa bukti pembayaran untuk ditukar dengan SIM/STNK di pos  di mana kita ditilang. Denda yang tercantum dalam KUHP Pengguna Jalan Raya tidak melebihi 50 ribu ! Dan dananya RESMI MASUK KE KAS NEGARA
disetiap hari disetiap persimpangan jalan pojok kota selalu ada;
Polisi (P) : Selamat siang mas, bisa lihat Sim dan STNK ?
Sopir (S) : Baik Pak.
P : Mas tau kesalahannya apa ?
S : Gak Pak.
P : Ini nomor polisinya gak seperti seharusnya (sambil nunjuk ke plat nomor taksi yang memang gak standar) sambil langsung mengeluarkan jurus sakti mengambil buku tilang, lalu menulis dengan sigap
S : Pak jangan ditilang deh. Wong plat aslinya udah gak tau ilang kemana. Kalo ada pasti saya pasang.
P : Sudah saya tilang saja. Kamu tau gak banyak mobil curian sekarang ? (dengan nada keras !!)
S : (Dengan nada keras juga) Kok gitu ! Taksi saya kan ada STNKnya Pak. Ini kan bukan curian!
P : Kamu itu kalo dibilangin kok ngotot (dengan nada lebih tegas). Kamu terima aja surat tilangnya (sambil menyodorkan surat tilang warna MERAH).
S : Maaf, Pak saya gak mau yang warna MERAH suratnya. Saya mau yang warna BIRU aja.
P : Hey ! (dengan nada tinggi), kamu tahu gak sudah 10 hari ini form biru itu gak berlaku !
S : Sejak kapan Pak form BIRU surat tilang gak berlaku ?
P : Ini kan dalam rangka OPERASI, kamu itu gak boleh minta form BIRU. Dulu kamu bisa minta form BIRU, tapi sekarang ini kamu gak bisa. Kalo kamu gak mau, ngomong sama komandan saya (dengan nada keras dan ngotot)
S : Baik Pak, kita ke komandan Bapak aja sekalian (dengan nada nantangin tuh polisi).
P : (Dengan muka bingung) Kamu ini melawan petugas ?
S : Siapa yang melawan ? Saya kan cuman minta form BIRU. Bapak kan yang gak mau ngasih
P : Kamu jangan macam-macam yah. Saya bisa kenakan pasal melawan petugas !
S : Saya gak melawan ? Kenapa Bapak bilang form BIRU udah gak berlaku?
Gini aja Pak, saya foto bapak aja deh. Kan bapak yang bilang form BIRU gak berlaku (sambil ngambil HP)
P : Hey ! Kamu bukan wartawan kan ? Kalo kamu foto saya, saya bisa kandangin
 (tiba-tiba dihalau oleh seorang anggota polisi lagi).
P 2 : Mas, anda gak bisa foto petugas seperti itu.
S : Si Bapak itu yang bilang form BIRU gak bisa dikasih (sambil tunjuk polisi yang menilangnya) .
P 2 : Mas, mana surat tilang yang merahnya? (sambil meminta)
S : Gak sama saya Pak. Masih sama temen Bapak tuh

P : Sini, tak kasih surat yang biru (dengan nada kesal)