Kamis, 04 November 2010

Pentingnya Konsultasi Kerakyatan

Oleh; Rudi Hartono
Ada banyak kelompok yang berpartisipasi dalam demonstrasi setahun pemerintahan SBY-Budiono, kemarin (20/10). Meski sangat beragam dan tersebar, tetapi pernyataan politik mereka bisa disimpulkan menjadi satu, bahwa SBY-Budiono sudah gagal dan sudah saatnya membicarakan “penggantian”.
Namun, untuk menjawab persoalan penggantian itu, kita seperti menabrak tembok yang sangat tebal. Para ahli politik segera menggaris-bawahi, bahwa konstitusi kita menolak “model penggulingan kekuasaan”. Sementara para pendukung SBY tidak henti-hentinya menyodorkan argumen sederhana, bahwa SBY terpilih melalui pemilihan langsung oleh rakyat dan ia mendapatkan 60% suara.
Ada pula argumentasi begini; “jumlah mereka yang turun melakukan aksi pada tanggal 20 oktober, sangat kecil. Tidak sampai 50 ribu orang seluruh Indonesia, atau hanya nol koma sekian persen dari pendukung SBY melalui kotak suara.”
Meskipun para aktivis sangat fasih untuk membantah hal itu, namun tidak sedikit atau bahkan mayoritas rakyat dapat termakan oleh logika-logika menyesatkan tersebut.
Logika Mayoritas Atas Minoritas
Kita sedang berhadapan dengan satu tawaran dalam demokrasi, yaitu demokrasi liberal, yang dianggap paling sah dan objektif di seluruh dunia. Demokrasi dimanapun, mengutip Andrés Pérez Baltodano, akan selalu berhadapan dua hal; pertama, sebuah proses politik formal yang didesain dan dikendalikan oleh grup atau kelompok elit berkuasa. Kedua, sebuah konsensus sosial diantara rakyat, negara, dan pasar melalui proses-proses yang terus berkembang.
Salah satu cara untuk membangun konsensus sosial adalah penerapan logika “mayoritas besar”—atau, minoritas harus tunduk kepada mayoritas. Sebagaimana dikatakan oleh Xabier Gorostiaga, bahwa Semua perbedaan kepentingan dan benturan sosial di masyarakat dikanalkan melalui kerangka logika “mayoritas besar” ini.
Inilah yang sekarang dipergunakan oleh rejim neoliberal dan para pendukungnya. Logika “mayoritas besar”, yang disusun berdasarkan tafsir terhadap angka-angka hasil kotak pemilihan, sangat efektif untuk meyingkirkan persepsi minoritas.
Jika kita mau membantahnya, tidak cukup dengan mengajak berdebat secara teoritis di ruang publik atau lewat artikel, tetapi harus terbukti di lapangan praktik.
Media Massa Yang Dikontrol Kanan
Saya sepakat dengan Marta Hanecker, bahwa demokrasi hanya akan bisa bertahan jikalau semua orang bisa memiliki informasi yang benar. Ada masalah ketika media tidak memberikan informasi yang seimbang kepada masyarakat, dimana kepentingan kelas dominan lebih mendominasi politik kanan media dalam menyebarkan informasi.
Noam Chomsky sangat benar ketika mengatakan bahwa propaganda sangat penting bagi demokrasi borjuis, sebagaimana halnya dengan represi bagi negara totaliter. Kita menghadapi mesin propaganda raksasa yang sanggup bekerja 24 jam, dan menyalurkan informasi bohong ke rumah-rumah kita selama 24 jam pula.
Karenanya, saya sangat menyakini, bahwa banyaknya orang yang masih bertahan untuk mendukung SBY-atau pasif terhadap SBY, karena sebagian besar dari mereka menerima informasi “bohong” dari media.
Lembaga survey juga memainkan peran memanipulasi fakta di sini, ketika mereka terus-menerus merelease hasil jajak pendapat yang menguntungkan penguasa. Tidak soal apakah hasil jajak pendapat itu akurat atau tidak, tetapi, pada intinya, mereka telah menyajikan angka-angka (figure)—Ingat! orang kalangan bawah sangat mudah ditipu dengan angka-angka.
Konstitusional dan Inkonstitusional
Terkadang, kita juga sangat mudah dijebak dalam perdebatan soal konstitusional atau tidak–inskonstitusional. Padahal, segala sesuatu bisa menjadi konstitusional tergantung dari siapa yang menjadi pemenang atau penguasa.
Seperti soal kemerdekaan Indonesia, yang tidak konstitusional di mata UU penguasa kolonial, tetapi menjadi sangat konstitusional bagi konstitusi Indonesia merdeka. Namun, meskipun begitu, semuanya butuh syarat-syarat berupa dukungan dari rakyat.
Saat berbicara soal penggulingan, maka teoritisi kanan dan kaum demokrat pada umumnya akan merah telinganya, sebab bagi mereka penggulingan sudah tidak sesuai dengan alam demokrasi abad 21 ini. Kendati begitu, mereka tidak segan-segan untuk mendukung sayap kanan atau militer yang melakukan kudeta terhadap pemerintahan kiri/pro-rakyat, seperti kasus Hugo Chavez di Venezuela dan Rafael Correa di Ekuador.
Sayangnya, ditengah pasifnya tindakan massa rakyat untuk menggunakan jalur “people power” untuk saat ini, maka kita dipaksa untuk berterima dengan satu jalur saja, yaitu jalur konstitusional.
Pentingnya Konsultasi Kerakyatan
Untuk melewati rintangan-rintangan besar seperti di atas, maka cara bertanya kepada rakyat menjadi penting sekali, terutama untuk mendapatkan dukungan atau konsensus dari rakyat. Saya menganggap bahwa jalan konsultasi kerakyatan bisa menjadi salah satu cara untuk melompati rintangan itu dengan sangat aman.
Pertama, kita bisa mendorong atau mengumpulkan dukungan rakyat dalam jumlah besar, secara konkret, dan tertulis/terdokumentasi. Ini sekaligus dapat memukul balik logika “mayoritas besar” demokrasi liberal.
Kedua, kita bisa memblokir atau memangkas jangkauan media mainstream, yang cenderung memanipulasi dan menipu rakyat. Melalui konsultasi, yaitu mengunjungi rakyat dari pintu ke pintu, kita bisa mematahkan propaganda borjuis di balik pintu rakyat.
Ketiga, cara-cara seperti ini, kendati tidak mau diakui dalam Undang-undang negara saat ini, tetapi tetap legitimate. Bahkan, kalau saya tidak salah, UUD 1945 pasca proklamasi memberi sinyalemen mengenai perlunya referendum dengan rakyat. Ini adalah jalur membalikkan keadaan secara konstitusional.
Konsultasi kerakyatan juga punya manfaat positif sangat banyak bagi kaum pergerakan, seperti pendidikan politik kerakyatan, pengorganisasian basis, konsolidasi dukungan electoral, dan potensi mobilisasi di masa depan.
Frente Amplio, front multi-kiri dan gerakan sosial di Uruguay, sangat sukses ketika menggunakan model konsultasi kerakyatan ini untuk pembangunan kekuatan. Ini dipraktekkan Frente Amplio dalam referendum pada 8 Desember 2002, yang mencoba memutuskan apakah mencabut atau mendukung UU yang membolehkan kemitraan perusahaan minyak negara dengan asing. Frente Amplio berhasil mengumpulkan 700.000 tandangan yang diperlukan.
Berbarengan dengan proses menggalang petisi itu, ada krisis kuat yang mulai melemahkan rejim neoliberal di Uruguay, sehingga semakin memberi kesempatan untuk menjadi penolakan terhada rejim dan memotivasi rakyat untuk bangkit.
Pembangunan Kekuatan dan Penyadaran
Bung Karno pernah mengatakan, “Dan jikalau kita bergerak, maka haruslah selamanya kita ingat, bahwa cita-cita kita dapat terkabul, selama kita belum mempunyai kekuasaan yang perlu untuk mendesakkan terkabulnya cita-cita itu.” Ya, jalan untuk menciptakan kekuasaan itu adalah dengan membikin kuasa (machtsvorming).
Menurut saya, metode konsultasi kepada rakyat adalah bagian dari machtvorming, seperti yang dimaksudkan oleh Bung Karno. Bung Karno pun tidak jarang mengunjungi rakyat kecil, kaum marhaen, untuk berdiskusi dan mengetahui keinginan mereka. Bung Karno tidak pernah berhenti melakukan tournee ke berbagai tempat, dari rumah ke rumah, untuk membangkitkan rakyat.
Lebih lanjut, Bung Karno juga berkata: “Inilah pekerjaan partai-pelopor yang pertama : mengolah kemauan-massa yang tadinya onbewust itu hingga menjadi kemauan-massa bewust. Bentukan dan kontradiksinya perjuangan harus ia ajarkan pada massa dengan jalan yang gampang dimengerti dan yang masuk sampai kehati-hatiannya dan akal-semangatnya. Ia harus membuka-buka mata massa, menggugah-gugah keyakinan massa, mengobar-ngobarkan semangat massa tentang segala seluk-beluknya nasib dan perjuangan massa.
Saya pun sangat menyakini, bahwa metode konsultasi rakyat, yaitu dengan mendatangi rakyat dari pintu ke pintu, akan membuka fikiran dan kesadaran rakyat kepada persoalan yang nyata. Ini bisa menjadi ajang pendidikan politik kepada rakyat, sekaligus memicu dan memotivasi mereka yang apolitis dan anti-partai, untuk mulai bangkit dan melakukan gerakan politik.
Pekerjaan Bersama, Pekerjaan Persatuan Oposisi
Bagaimanapun bagusnya suatu gagasan, tetapi kalau tidak ada yang mau melaksanakan, maka dia hanya akan menjadi untaian kata-kata tanpa kekuatan. Untuk itu, konsultasi kerakyatan ini pun harus dikerjakan bersama.
Apalagi, mengingat bahwa jumlah penduduk kita sangat besar, geografi yang sangat luas, dan bentuk kepulauan, tentunya menjadi hambatan-hambatan yang sangat berat untuk memulai pekerjaan ini. Saya setuju dengan Bung Karno, bahwa setiap perjuangan manusia memang sangat perlu membanting tulang, memeras keringat, dengan sangat gigih dan tidak cepat menyerah.
Lagi-pula, jika ini bisa dikerjakan secara bersama-sama oleh seluruh kekuatan oposisi terhadap rejim neoliberal, maka konsultasi kerakyatan bisa menjadi ruang untuk konvergensi kekuatan anti-neoliberal secara spesifik.
Karena, berbicara perubahan tanpa partisipasi massa rakyat, adalah sama saja dengan keinginan melihat bulan di siang hari.
Penulis adalah Anggota biasa Partai Rakyat Demokratik (PRD).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar