Perjuangan DI/TII yang dipimpin oleh Sekarmadji Maridjan Kartosuwirjo  (S. M. Kartosuwirjo) terjadi terutama di Jawa Barat dan bagian barat  Jawa Tengah. Pada masa pergerakan nasional, Kartosuwirjo merupakan tokoh  pergerakan Islam Indonesia yang cukup disegani. Selama pendudukan  Jepang, Kartosuwirjo menjadi anggota Masyumi. Bahkan, ia terpilih  sebagai Komisaris Jawa Barat merangkap Sekretaris I. Dalam kehidupannya,  Kartosuwirjo mempunyai cita - cita untuk mendirikan Negara Islam  Indonesia. Untuk mewujudkan cita - citanya, Kartosuwirjo mendirikan  sebuah pesantren di Malangbong, Garut, yaitu Pesantren Sufah. Pesantren  Sufah selain menjadi tempat menimba ilmu keagamaan juga dijadikan  sebagai tempat latihan kemiliteran Hizbullah dan Sabillah. Dengan  pengaruhnya, Kartosuwirjo berhasil mengumpulkan banyak pengikut yang  kemudian dijadikan sebagai bagian dari pasukan Tentara Islam Indonesia  (TII). Dengan demikian, kedudukan Kartosuwirjo semakin kuat.
Sejalan dengan hal itu, pada 1948 Pemerintah RI menandatangani  Perjanjian Renville yang mengharuskan pengikut RI mengosongkan wilayah  Jawa Barat dan pindah ke Jawa Tengah. Hal ini dianggap Kartosuwirjo  sebagai bentuk pengkhianatan Pemerintah RI terhadap perjuangan rakyat  Jawa Barat. Bersama kurang lebih 2000 pengikutnya yang terdiri atas  laskar Hizbullah dan Sabilillah, Kartosuwirjo menolak hijrah dan mulai  merintis usaha mendirikan Negara Islam Indonesia (NII). Proklamasi NII  sendiri baru dilaksanakan pada 7 Agustus 1949.
Pemerintah RI berusaha menyelesaikan persoalan ini dengan cara damai.  Pemerintah membentuk sebuah komite yang dipimpin oleh Natsir (Ketua  Masyumi). Namun, komite ini tidak berhasil merangkul kembali  Kartosuwirjo ke pangkuan RI. Oleh karena itu, pada 27 Agustus 1949,  pemerintah secara resmi melakukan operasi penumpasan gerombolan DI/TII  yang disebut dengan Operasi Baratayudha.
Proklamasi NII
PROKLAMASI
Berdirinja NEGARA ISLAM INDONESIA
Bismillahirrahmanirrahim Asjhadoe anla ilaha illallah wa asjhadoe anna Moehammadar Rasoeloellah
Kami, Oemmat Islam Bangsa Indonesia MENJATAKAN:
Berdirinja ,,NEGARA ISLAM INDONESIA"
Maka hoekoem jang berlakoe atas Negara Islam Indonesia itoe, ialah: HOEKOEM ISLAM
Allahoe Akbar! Allahoe Akbar! Allahoe Akbar!
Atas nama Oemmat Islam Bangsa Indonesia
Imam NEGARA ISLAM INDONESIA
Ttd
(S M KARTOSOEWIRJO)
MADINAH-INDONESIA, 12 Sjawal 1368 / 7 Agoestoes 1949
Gerakan DI/TII Daud Beureuh
Perjuangan DI/TII di Aceh dimulai dengan "Proklamasi" Daud Beureueh  bahwa Aceh merupakan bagian "Negara Islam Indonesia" di bawah pimpinan  Imam Kartosuwirjo pada tanggal 20 September 1953.
Daued Beureueh pernah memegang jabatan sebagai "Gubernur Militer Daerah  Istimewa Aceh" sewaktu agresi militer pertama Belanda pada pertengahan  tahun 1947. Sebagai Gubernur Militer ia berkuasa penuh atas pertahanan  daerah Aceh dan menguasai seluruh aparat pemerintahan baik sipil maupun  militer. Sebagai seorang tokoh ulama dan bekas Gubernur Militer, Daud  Beureuh tidak sulit memperoleh pengikut. Daud Beureuh juga berhasil  mempengaruhi pejabat-pejabat Pemerintah Aceh, khususnya di daerah Pidie.  Untuk beberapa waktu lamanya Daud Beureuh dan pengikut-pengikutnya  dapat mengusai sebagian besar daerah Aceh termasuk sejumlah kota.
Sesudah bantuan datang dari Sumatera Utara dan Sumatera Tengah, operasi  pemulihan keamanan TNI segera dimulai. Setelah didesak dari kota-kota  besar, Daud Beureuh meneruskan perlawanannya di hutan-hutan.  Penyelesaian terakhir Pemberontakan Daud Beureuh ini dilakukan dengan  suatu " Musyawarah Kerukunan Rakyat Aceh" pada bulan Desember 1962 atas  prakarsa Panglima Kodam I/Iskandar Muda, Kolonel M. Jassin.
*** 
Partai Komunis Indonesia (PKI) adalah partai politik di Indonesia yang  berideologi komunis. Dalam sejarahnya, PKI pernah berusaha melakukan  pemberontakan melawan pemerintah kolonial Belanda pada 1926, mendalangi  pemberontakan PKI Madiun pada tahun 1948 dan dicap oleh rezim Orde Baru  ikut mendalangi insiden G30S pada tahun 1965. Namun tuduhan dalang PKI  dalam pemberontakan tahun 1965 tidak pernah terbukti secara tuntas, dan  masih dipertanyakan seberapa jauh kebenaran tuduhan bahwa pemberontakan  itu didalangi PKI. Sumber luar memberikan fakta lain bahwa PKI tahun  1965 tidak terlibat, melainkan didalangi oleh Soeharto (dan CIA). Hal  ini masih diperdebatkan oleh golongan liberal, mantan anggota PKI dan  beberapa orang yang lolos dari pembantaian anti PKI. Setidaknya lebih  dari lima teori berusaha mengungkap kejadian tersebut. Namun teori-teori  yang terkadang saling berlawanan menjadikanya diskusi besar sampai hari  ini.
Bangkit kembali
Pada 1950, PKI memulai kembali kegiatan penerbitannya, dengan  organ-organ utamanya yaitu Harian Rakjat dan Bintang Merah. Pada  1950-an, PKI mengambil posisi sebagai partai nasionalis di bawah  pimpinan D.N. Aidit, dan mendukung kebijakan-kebijakan anti kolonialis  dan anti Barat yang diambil oleh Presiden Soekarno. Aidit dan kelompok  di sekitarnya, termasuk pemimpin-pemimpin muda seperti Sudisman, Lukman,  Njoto dan Sakirman, menguasai pimpinan partai pada 1951. Pada saat itu,  tak satupun di antara mereka yang berusia lebih dari 30 tahun. Di bawah  Aidit, PKI berkembang dengan sangat cepat, dari sekitar 3.000-5.000  anggota pada 1950, menjadi 165 000 pada 1954 dan bahkan 1,5 juta pada  1959 [4]
Pada Agustus 1951, PKI memimpin serangkaian pemogokan militan, yang  diikuti oleh tindakan-tindakan tegas terhadap PKI di Medan dan Jakarta.  Akibatnya, para pemimpin PKI kembali bergerak di bawah tanah untuk  sementara waktu.
Sebuah upaya rekonsiliasi dan rehabilitasi yang diprakarsai oleh  (mantan) presiden Gus Dur, ketika ia masih menjabat sebagai presiden  diprotes beberapa partai, terutama yang berlatar belakang agama di  Indonesia. Usul rekonsiliasi oleh Gus Dur telah membuka kesempatan bagi  orang-orang yang masih percaya pada ideologi berhaluan kiri untuk  kembali aktif dalam politik Indonesia, yaitu memiliki hak untuk memilih.  Sesuatu hal yang tak didapatkan pada era Soeharto. (dari berbagai Sumber)
 
 
Tidak ada komentar:
Posting Komentar