Selasa, 19 Juli 2011

WAHAI KAUM MUSLIMIN; MARI KITA LAKUKAN REVOLUSI



Jika Rakyat pergi/ ketika penguasa pidato/ kita harus hati-hati/ kalau Rakyat bersembunyi/ dan berbisik-bisik/ ketika membicarakan masalahnya sendiri/ penguasa harus waspada dan belajar mendengar/ Bila Rakyat berani mengeluh/ itu artinya sudah gawat/ dan bila omongan penguasa tidak boleh dibantah/ kebenaran pasti terancam/ apabila usul ditolak tanpa ditimbang/ suara dibungkam, kritik dilarang tanpa alasan/ dituduh subversive dan mengganngu keamanan/ maka hanya ada satu kata LAWAN. Dan kami akan Ciptakan mimpi Buruk untuk penguasa.  (Whiji Tukul)
Tulisan sederhana ini bukan hasil karya ilmiah, namun sebuah coretan orang biasa yang sedang bingung dengan realitas social. Wajar-wajar saja bila coretan yang dihadapan saudara semua tidak sesuai dengan standar karya ilmiah. Tetapi dilingkungan saya ada kata berlatih, baca, diskusi dan aksi, Maka saya menulis sebaris dua baris yang saya bingung sendiri ditambah dengan beberapa gagasan yang diperkaya dengan kutipan-kutipan yang ada dalam memory.
Diawali dengan sebuah realitas yang setiap hari kita saksikan namun tidak pernah tersentuh naluri keimanan kita.
“Setiap hari terlihat lalu lalang anak-anak usia sekolah dan ibu-ibu dipinggir jalan, lampu merah, di depan rumah Tuhan, emperan Toko dan tempat lainnya. Paras muka mereka yang pucat dan pakaian seadanya yang sangat menyakitkan. Tingkah laku mereka tidak lain hanya ingin mencari sesuap nasi untuk bertahan hidup, karena yang mereka tau Tuhan penyayang ummatnya. Orang yang berhati iblis akan mencibir mereka.
Kemiskinan yang menyelimuti masyarakat sangat kontra dengan prilaku dan gaya hidup orang-orang disekeliling mereka, padahal disamping kontrakan ibu-ibu dan anak-anak tadi, ada bangunan megah dengan fasilitas mobil mewah yang lebih dari satu dipampang didepan garasi kadangkala hanya dijadikan tontonan orang sekitar”.
Kekayaan dijadikan sebagian orang jadi banyolan ditengah jeritan kemiskinan. Yang lebih jahanam lagi para pejabat Negara yang meminta kenaikan gaji dan fasilitas lainnya. Negeri yang sombong dengan penduduk mayoritas muslim ini akan ribut menjadi tema diskusi kalau persoalan poligami, marah besar ada penampilan biduan dangdut. Dan tersinggung dengan bintang iklan yang katanya pornoaksi Tetapi tidak gampang marah melihat pemimpinnya yang ngaku Muslim tapi korupsi, gerakan keagamaan pun rajin mengeluarkan Fatwa atas nama Tuhan. Tetapi hanya bisu saat korupsi bebas dari hukuman, tingginya harga bahan pokok, pendidikan yang mahal dan ongkos kesehatan yang tak terjangkau. Para Ulama diam disaat politisi tidak mengecek naluri dan akal sehat mereka. Dan yang lebih murkah lagi beramai-ramai naik Haji dengan biaya Negara, seolah-olah kunjungan ke Rumah Tuhan lebih mulya dari pada anggarannya dialihkan untuk pengentasan kemiskinan.
Entah kenapa Iman kita saat ini tidak tersentuh untuk melakukan perlawanan terhadap kemiskinan dan korupsi, tidak gampang marah dengan ketergantungan Negara pada luar Negeri, hanya diam saat asset bangsa dijual tetapi entah kenapa cepat tersinggung dengan Apengakuan budaya yang katanya miliki bangsa oleh Negara lain. Tetapi mereka menjadi munafik disaat tewas dan disiksanya para TKI diluar negeri. Iman kita kita pernah bersuara pada struktur kehidupan yang lebih dalam.
Sekali lagi sangat memalukan Negeri yang sombong dengan penduduk mayoritas Muslim di dunia ini, tetapi tinggi dalam segala bentuk perbuatan keji dan tercela. Mungkin ada baiknya/seharusnya kaum agamawan (Ulama) belajar tentang perjuangan Ayatullah Khomaeni dengan Revolusi Islam Iran nya, sosok yang begitu memiliki jasa dalam mendekatkan doktrin agama dalam sejumlah perubahan structural dan keberanian dalam mengorgansir kekuatan untuk melawan penguasa Zalim (Reza Syah), kritik Khomaeni kepada Ulama yang memisahkan diri dengan masalah social “bagi mereka yang memisahkan diri dari pemerintah dan politik, harus dikatakan pada orang-orang itu bahwa ; Qur’an Suci dan Sunnah Nabi banyak mengandung peraturan tentang pemerintah dan politik dari pada hal lain. Bahkan Khomaeni memberikan definisi tentang Ulama “Ulama adalah mereka yang menentang dengan kesewenang-wenangan serta bersama-sama ummat lainnya mendidik, mengontrol mereformasi berbagai kepala Negara yang telah dibeli oleh musuh dan membangunkan mereka dengan nasehat atau ancaman dari ketertiduran nyenyak yang mengakibatkan kehancuran mereka maupun kepentingan masyarakat. Islam bersifat Revolusi; ia adalah Revolusi melawan pendewaan manusia, melawan ketidak adilan, melawan kebodohan, melawan kemiskinan, melawan prasangka politik, ekonomi, social dan ras dengan tindakan nyata bukan program diatas kertas yang hanya sebatas ritualitas.
Atau paling tidak belajar ulang Sejarah Perjuangan H. Samanhudi dengan Gerakan Serikat Dagang Islam (sekarang SI) yang menjadikan islam sebagai spirit perlawanan, karena itulah yang membuat kita tercerahkan tentang makna keadilan “Islam Tumbuh dengan Kesyahidan para syuhada tercinta, begitu juga Indonesia Merdeka dengan Darah anak Bangsa.
Perjuangan Islam adalah Perjuangan Melawan Tirani menuju proses Pembebasan
Kalau Rakyat Indonesia sudah cukup sadar bahwa hak-haknya selama ini diperkosa oleh pemerintah, maka kita masih bisa menaburkan benih Revolusi karena kekuatan Rakyat tidak bisa dikalahkan oleh siapapun. Disini tidak mebicarakan perlatan yang kita pakai karena mogok dan Demontrasi yang kita lakukan pun pemerintah  akan takut dan kembali bertekuk lutut dihadapan Rakyat. Kalau Rakyat mengerti, serukun dan mau maka serdadu Negara (TNI/POLRI) itu akan pecah dari dalam dirinya sendiri karena yang memiliki kekuatan adalah Rakyat.
“Sedangkan Serdadu Revolusi adalah Rakyat”. Karena Revolusi bukanlah peperangan imperealisme yang dilakukan buat bunuh membunuh dan rampas merampas. Tetapi Revolusi ialah suatu pertarungan lahir dan bathin, dimana suatu kelompok/kasta tertindas melahirkan/mengumpulkan sifat-sifat manusia yang mulia untuk maksud yang suci. Semangat Revolusi itu apabila sudah menjadi darah daging Rakyat tertindas maka tidak akan bisa dibungkam dengan hukum atau peluru, kalau semangat Revolusi itu sudah masuk disemua kelompok maka datang saatnya untuk menciptakan mimpi buruk bagi penguasa.
            Dari gambaran ini, maka sebuah keharusan upaya untuk membangun intelektual Ummat menjadi program utama dalam membangun peradaban. Ketakutan atau fobia kepada syari’at Islam adalah hal yang terlalu dibesar-besarkan. Syari’at Islam sama sekali tidak bertujuan untuk menganiaya manusia, bahkan menurut Islam binatang dan lingkungan pun tidak boleh dizalimi. Tujuan syari’at Islam adalah untuk memelihara hak-hak manusia dan memberi mereka perlindungan serta keselamatan atau kedamaian. Karena itu merasa takut terhadap syari’at Islam, apa lagi memusuhinya adalah sikap dan tindakan yang tidak beralasan. Meskipun demikian ketentuan-ketentuan normatif semacam ini tentu saja harus diwujudkan dalam aktualisasinya dan ini tentu saja merupakan salah satu pekerjaan rumah umat Islam untuk membuktikannya dalam kenyataan.
            Kekerasan dan penyelewengan hukum memang pernah terjadi dalam sejarah Islam, tetapi itu juga pernah terjadi dalam agama dan komunitas mana pun di dunia ini, termasuk Yahudi, Kristen dan Barat. Demikian juga sebaliknya, sejarah menjadi saksi atas kesuksesan syari’at Islam menciptakan masyarakat yang makmur dan sejahtera serta penegakan hukum yang adil secara mengagumkan. Oleh karena itu, jika kita mau bersikap objektif, fair dan terbuka maka jangan hanya sisi gelap sejarah Islam yang dilihat, tetapi juga sisi cemerlangnya.
            Titik paling penting yang harus diingat adalah bahwa syari’at Islam bukanlah sebuah kumpulan peraturan yang baku, statis dan rinci; bukan pula sebuah petunjuk teknis atau manual yang menjadi pegangan setiap muslim dalam menjalankan kehidupan di dunia ini, sehingga ia tidak perlu lagi berpikir, apa yang harus dilakukan dan bagaimana ia harus melakukannya. Syari’at secara harfiah artinya jalan atau metode. Syari’at Islam adalah sebuah paradigma moral yang bersandar pada ketundukan kepada Tuhan.
Karena itu penerjemahan syari’at Islam dengan hukum Islam sebenarnya dapat dipandang sebagai sebuah kekeliruan, walaupun telah digunakan secara luas. Istilah hukum Islam barangkali lebih tepat disamakan dengan fiqh, yakni syari’at yang telah ditafsirkan dan dituangkan dalam sebuah undang-undang sehingga menjadi realistik dan aplikatif. Dengan kata lain ia menjadi hukum positif. Tetapi meskipun aturan-aturan ini telah menjadi hukum positif, ia tetap memiliki dimensi spiritual. Sehingga pelaksanaan atau penerapan hukum dalam Islam tetap dipandang sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari pengabdian kepada Tuhan. Ketundukan kepada hukum itu adalah juga ketundukan kepada Tuhan.
            Di sinilah letak muatan psikologis pentingnya penyerapan syari’at Islam bagi masyarakat Muslim. Dan ini juga yang menjadi bagian dari alasan mengapa penerapan syari’at Islam di Aceh akan sangat menentukan masa depan daerah ini, ini memang soal nama atau simbol. Tetapi mengabaikan sama sekali nama atau simbol juga dapat menyesatkan dan menjebak kita dalam bahaya
Sebagai bangsa yang mayoritas Muslim tapi korupsi menjadi program pemerintah. Dalam kondisi bangsa seperti ini perlu adanya gerakan kaum muda yang lebih menyentuh pada akar-akar persoalan masyarakat dari ketidak adilan dan dikawal dengan perlawanan gerakan jalanan. Akhirnya kita pernah tersendiri, sembunyi dari satu sepi ke lain sunyi, menyelinap dari satu gelap ke lain senyap, tapi tidak tengkurap atau terkesiap, tetap merayap. Bukanlah kader bila berdiri menanti-nanti, teruslah berlari-lari mencari, terhunyung lebih baik dari termenung, berkiprah tanpa istirahat.
Penulis: Juru Bicara FRAKSI RAKYAT



Tidak ada komentar:

Posting Komentar